PSIKOLOGI DAN PENERAPANNYA DALAM BIMBINGAN DAN
KONSELING
Asesmen psikologi memiliki rentang cakupan yang sangat
luas. Dalam asesmen psikologi mengintegrasi informasi dari berbagai sumber.
Asesmen membantu seseorang dalam mendapatkan gambaran tentang karakteristik
potensi kerja dari segi kemampuan dan dari segi kesanggupan dirinya, dalam
bentuk kegiatan seperti seleksi penempatan, atau review pontensi untuk
pengembangan diri.
Asesmen psikologi dilakukan dengan menggunakan metode dan
teknik yang bervariasi seperti ragam tes psikologi. Awalnya, fungsi tes
psikologi adalah untuk mengukur perbedaan-perbedaan antara individu atau antara
reaksi individu yang sama dalam situasi yang berbeda. Asesmen psikologi
merupakan tahapan yang paling penting sebelum intervensi psikologi dilakukan.
Konseling dalam psikologi membantu organisasi atau
perorangan yang ingin menemukan jalan keluar dari masalah-masalah karir yang
berhubungan dengan kesulitan-kesulitan dalam menghadapi pekerjaan.
Kehidupan manusia merupakan sumber dari kegiatan
konseling. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia didalam kehidupannya
menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Manusia tidak saSma satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampunnya. Ada manusia
yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit
manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang
lain.
Hubungan konseling timbul dari adanya interaksi antaran
dua orang individu, yang seorang adalah petugas yang terlatih, dan yang lain
adalah orang yang memerlukan bantuan. Konseling merupakan wawancara dimana
klien ditolong untuk lebih jelas dirinya sendiri, untuk dapat memperbaiki
kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan atau untuk dapat memperbaiki
kesukaran penyesuaian.
Komunikasi merupakan proses yang rumit dalam rangka
pelaksanaan bimbingan dan konseling diperlukan suatu pemikiran dengan
memperhitungkan faktor-faktor pendukung terlaksananya konseling dimulai dari
komunikasi sebagai sasaran khalayak, media, pesan dan komunikator. Sehubungan
dengan kegiatan bimbingan dan konseling kepada konseli maka untuk efektifnya
proses konseling dari seorang konselor harus memperhatikan faktor-faktor
pendukung efektifnya komunikasi.
Konselor dalam layanan bimbingan dan konseling sebagai
pendengar, yang baik memakai seni tersendiri untuk mampu mendengarkan dan pada
saat-saat yang diperlukan dan dengan reaksi yang tepat konselor melakukan
sesuatu yang lebih aktif upaya memahami klien seringkali diperlukan agar apa
yang akan dilakukan terhadap klien dalam rangka memberi bantuan dapat mencapai
hasil efisien dan efektif.
Secara teoritis fungsi bimbimbingan dan konseling secara
umum adalah sebagai fasilitator dan motivator klien dalam upaya mengatasi dan
memecahkan masalah kehidupan klien dengan kemampuan yang ada pada diri sendiri.
Fungsi ini dapat dijabarkan dalam tugas kegiatan yang bersifat preventif
(pencegahan) terhadap segala macam gangguan mental, spritual dan enviromental
(lingkungan) yang menghambat, mengancam atau yang menantang proses perkembangan
kehidupan klien juga dijabarkan dalam kegiatan pelayanan yang bersifat represif
(kuratif atau penyembuhan) terhadap segala bentuk penyakit mental dan spritual
atau fisikal klien dengan cara melakukan referal (pelimpahan) kepada
para ahlinya.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh
lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada
lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat
mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan
itu sulit diprediksi, atau diluar jangkauan kemampuan maka akan melahirkan
kesenjangan perilaku konseli, seperti terjadinya perkembangan, masalah-masalah
atau penyimpangan perilaku.
Iklim lingkungan yang kurang sehat membuat perilaku
mahasiswa dan yang lainnya sangat memprihatinkan, dimana kita dapat melihat
dari tahun-tahun sebelumnya banyak perilaku-perilaku yang menyimpang dari
kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti perkelahian antar mahasiswa.
Akibatnya, proses belajar-mengajar yang sedang berlangsung dihentikan serta
seluruh aktifitas perkuliahan dihentikan.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan seperti di atas, adalah mengembangkan potensi konseling dan
memfasilitas mereka secara sistematis dan terprogram untuk mencapai standar
kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan
konseling yang harus dilakukan secara produktif dan berbasis data tentang
perkembangan konseling beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
1.
Definisi dalam Konseling
Mencermati
dinamika konseling dewasa ini, definisi konseling dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu definisi konvensional dan definisi modern. Definisi konseling
konvensional lebih bercirikan bahwa pelayanan konseling tidak menggunakan
teknologi informatika, sedangkan definisi konseling modern bercirikan suatu
pelayanan konseling menggunakan teknologi informatika.
- Definisi Konseling Konvensional
Secara
konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan professional (professional
service) yang diberikan oleh konselor kepada klien secara tatap muka (face
to face) agar klien dapat mengembangkan perilakunya kea rah lebih maju (progressive).
Pelayanan konseling berfungsi kuratif (curative) dalam arti penyembuhan
dimana klien adalah individu yang mengalami masalah, dan setelah memperoleh
layanan konseling, ia diharapkan secara bertahap dapat memahami masalahnya (problem
understanding) dan memecahkan masalahnya (problem solving).
- Definisi Konseling Modern
Definisi
konseling modern merupakan hasil perkembangan konseling dalam abad teknologi,
sehingga proses konseling dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, khususnya
teknologi informatika. Konseling adalah profesi bantuan (helping profession)
yang diberikan oleh konselor kepada klien atau kelompok klien, dimana konselor
dapat menggunakan teknologi sebagai media untuk memfasilitasi proses
perkembangan klien atau kelompok klien sesuai dengan kekuatan, kemampuan
potensial dan actual serta peluang-peluang yang dimiliki, dan membantu mereka
dalam mengatasi segala permasalahan dalam perkembangan dirinya.
Konseling
tidak hanya diberikan secara tatap muka (face to face) untuk menjalankan
fungsi penyembuhan (curative), artinya bias tidak secara tatap muka
karena menggunakan teknologi informatika seperti internet, sehingga konseling
bias diberikan konselor kepada klien secara berjauhan tanpa membatasi lokasi
dan waktu untuk menjalankan berbagai fungsi pelayanan konseling diantaranya
penyembuhan (curative).
Menurut
Jones (1995:2) konseling didefinisikan sebagai hubungan bantuan yang bersifat
pribadi (as a special kind of helping relationship), sebagai bentuk
intervensi (as a repertoire of interventions), dan sebagai proses
psikologis (as a psychological process) untuk mencapai tujuan.
- Tujuan Konseling
Secara
umum tujuan konseling adalah agar klien dapat mengubah perilakunya ke arah yang
lebih maju (progressive behavior changed), melalui terlaksananya
tugas-tugas perkembangan secara optimal, kemandirian dan kebahagiaan hidup.
Secara khusus tujuan konseling tergantung dari masalah yang dihadapi oleh
masing-masing klien.
Jones
(1995:3) menyatakan setiap konselor dapat merumuskan tujuan konseling yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing klien. Sebagai contoh tujuan
konseling adalah agar klien dapat memecahkan masalahnya saat ini, menghilangkan
emosinya yang negatif, mampu beradaptasi, dapat membuat keputusan, mampu
mengelola krisis, dan memiliki kecakapan hidup (lifeskill).
3.
Prinsip-prinsip
Pelayanan Konseling
Dalam
pelayanan konseling, prinsip adalah kaidah atau ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan oleh konselor dalam memberikan pelayanan konseling kepada klien.
Prayitno, dkk (1997:27-30) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pelayanan bimbingan
dan konseling mencakup empat kelompok yaitu: (1) prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan sasaran pelayanan; (2) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan
klien; (3) prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan; (4)
prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
4.
Asas-asas
Pelayanan Konseling
Pelayanan
konseling adalah pekerjaan professional yang diberikan oleh konselor kepada
klien dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip dan asas-asas pelayanan
konseling. Asas-asas pelayanan konseling merupakan suatu kebenaran yang menjadi
pokok dasar dalam menjalankan pelayanan konseling. Asas-asas tersebut mengacu
pada asas-asas Bimbingan dan Konseling yaitu: asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,
keahlian, alih tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1999:115).
Menurut
Winkell (1989:301-302), pelayanan seorang konselor terhadap konseli yang
bercorak membantu dan dibantu (helping relationship), yang berlangsung secara
formal dan dikelola secara professional, kiranya harus memperhatikan berbagai
asas-asas yang harus dipahami bersama, yaitu:
- Bermakna, baik untuk konselor maupun konseli karena kedua belah pihak melibatkan diri sepenuhnya.
- Mengandung unsur kognitif dan afektif karena konselor dan konseli berpikir bersama, serta alam perasaan konseli sepenuhnya diakui ikut dihayati konselor.
- Berdasarkan sikap saling percaya dan saling terbuka. Kedua partisipan saling mengandalkan sebagai pribadi yang berkehendak baik.
- Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan, dalam arti konseli member persetujuan terjadinya komunikasi secara sukarela dan konselor menerima dengan rela permintaan untuk memberikan bantuan profesional.
- Terdapat suatu kebutuhan di pihak konseli, yang diharapkan dapat terpenuhi melalui wawancara konseling. Di pihak konselor kebutuhan itu disadari dan diakui termasuk lingkup keahliannya sehingga konselor berusaha memenuhinya.
- Terdapat komunikasi dua arah, dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan atau saling mengirimkan berita, baik melalui saluran verbal amaupun nonverbal. Pesan tersebut saling ditanggapi.
- Mengandung strukturalisasi, dalam arti komunikasi tidak berlangsung apa adanya, seperti lazimnya komunikasi social nonprofesional.
- Berasaskan kerelaaan dan usaha untuk bekerja sama agar tujuan yang disepakati bersama tercapai.
- Mengarah pada suatu perubahan pada diri konseli. Perubahan itu adalah tujuan yang hendak dicapai bersama.
- Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan ketulusan konselor dalam membantunya sehingga keterbukaan konseli tidak akan disalahgunakan oleh konselor.
5.
Syarat-syarat
Konseling
Untuk
mengadakan proses konseling, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua
belah pihak, yaitu dari sisi guru sebagai konselor dan siswa sebagai konseli.
Menurut Winkell (1989:87-88), beberapa syarat yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
- Di pihak konselor
- Tiga sikap pokok, yaitu menerima (acceptance), memahami (understanding), dan sikap bertindak dan berkata jujur. Sikap menerima berarti pihak konselor menerima siswa sebagaimana adanya dan tidak segera mengadili siswa karena kebenaran dan pendapatnya / perasaannya / perbuatannya. Sikap memahami berkaitan dengan tuntutan seorang konselor agar berusaha dengan sekuat tenaga menangkap dengan jelas dan lengkap hal-hal yang sedang diungkapkan oleh siswa, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan. Sedangkan sikap bertindak dan berkata secara jujur berarti bahwa seorang konselor tidak berpura-pura sehingga siswa semakin percaya dan mantap ketika sedang berhadapan dengan konselor.
- Kepekaan terhadap apa yang ada di balik kata-kata yang diungkapkan konseli. Kepekaan yang dibangun oleh konselor sekolah akan membantu dalam proses konseling karena konselor akan mendapatkan banyak data yang mungkin secara verbal maupun nonverbal diungkapkan oleh konseli
- Kemampuan dalam hal komunikasi yang tepat (rapport). Hal ini berarti konselor mampu menyatakan pemahamannya terhadap hal-hal yang diungkapkan konseli.
- Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang sehat.
- Wajib menaati kode etik jabatan sesuai dengan yang telah disusun dalam Konvensi Nasional Bimbingan I.